Kamis, 20 Oktober 2016

Essay : Kesenjangan Pendidikan di Indonesia


          Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan suatu bangsa. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia akan terus menghadapi tantangan dan persaingan bukan hanya di dalam negeri saja tetapi juga secara global.  Untuk itu sangat dibutuhkan peningkatan kualitas sumber daya manusia, salah satunya melalui bidang pendidikan. Dengan meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di suatu negara, maka hal tersebut juga akan meningkatkan intelektual dan kualitas warga negaranya sehingga dapat bersaing di dunia internasional.  Dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan. Akan tetapi, meningkatkan kualitas pendidikan tidaklah mudah. Hal ini menjadi tugas berat, bukan hanya pemerintah tetapi juga seluruh pihak yang terkait dalam bidang pendidikan. Selama ini pemerintah sudah bekerja keras untuk memajukan pendidikan di Indonesia, hal itu dapat membuat pendidikan di Indonesia lebih berkembang. Tetapi, dibandingkan dengan negara-nagara lainnya di Asia, pendidikan di indonesia masih ketinggalan jauh. Hal ini dikarenakan beberapa permasalahan yang ada, seperti tidak meratanya atau ketidaksetaraan kualitas pendidikan di Indonesia.
            Mengenyam pendidikan merupakan hak setiap warga negara, hal itu tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2. Tetapi faktanya adalah tidak semua anak di Indonesia dapat menikmati bangku pendidikan, hal ini disebabkan berbagai faktor. Hingga saat ini memang belum terjadi pemerataan pendidikan, baik dari segi tenaga pengajar, fasilitas sarana prasarana, sampai siswa-siwanya yag kelak menjadi generasi penerus bangsa.
            Salah satu faktor penyebab ketidakmerataan kualitas pendidikan adalah dari segi tenaga pendidik atau guru. Dimana banyak guru yang tidak bersedia ditempatkan untuk mengajar di daerah-daerah pelosok seperti di desa terpencil. Para guru lebih memilih mengajar di kota dengan alasan karena kemudahan dalam berbagai hal seperti mobilisasi, keamanan, dan akses yang mudah ditempuh. Sedangkan sekolah-sekolah di desa sangat kurang tenaga pendidiknya. Sehingga tak jarang jika seorang guru yang mengajar di desa terpencil harus menggabung beberapa siswa yang berbeda kelas menjadi satu kelas karena kurangnya tenaga pendidik.
            Faktor lainnya adalah faktor infrastruktur. Sarana dan prasarana merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakan sarana dan prasarana akan mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah, terutama gedung sekolah. Di Indonesia masih banyak gedung sekolah yang tidak layak pakai atau bahkan lahannya yang bersengketa. Gedung yang rusak bahkan hampir roboh tentu akan membahayakan keselamatan siswa. Di sisi lain, kita dapat melihat sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap bahkan berkelas internasional. Dimana setiap siswa mendapatkan fasilitas yang bagus untuk mendukung kegiatan belajar, bukan hanya gedung sekolah tetapi juga perpustakaan dengan buku yang lengkap, sarana olahraga, akses internet, ruangan AC dan lain-lain. Sedangkan kita tahu, di daerah-daerah terpencil bahkan belum ada listrik, jadi siswa tidak bisa menggunakan akses internet.
       Keterbatasan anggaran juga merupakan masalah yang memicu kesenjangan di bidang pendidikan. Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaran pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1). Permasalahan lainnya yang juga penting untuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati, sumber energi, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi karena selama ini penanganannya secara kapitalistik maka return dari kekayaan tersebut malah dirampas oleh para ahli pemilik modal sehingga pembangunan di daerah daerah menjadi tidak merata dan timbullah kesenjangan.
            Selain itu, pendidikan bermutu di Indonesia masih terbilang mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendid;ikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak  sekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya. Selain itu, mahalnya biaya pendidikan menyebabkan banyaknya anak putus sekolah karena tidak mampu menjangkau biaya yang tinggi.
            Maka dari itu, untuk menghilangkan kesenjangan di bidang pendidikan, berbagai upaya harus dilakukan dalam meningkatkan mutu dan penyetaraan kualitas pendidikan di Indonesia. Pemerintah sebaiknya tidak hanya memperhatikan siswa yang belajar di Kota yang umumnya tingkat pendidikannya sudah maju, tetapi juga memberikan perhatian khusus kepada siswa yang minim fasilitas belajarnya. Sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan, memberikan beasiswa untuk siswa berprestasi dan kurang mampu, membangun lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal serta terus berupaya melakukan pemerataan kualitas pendidikan adalah langkah yang dapat dilakukan agar seluruh anak indonesia dapat menempuh pendidikan minimal pendidikan dasar. Karena setiap anak Indonesia memiliki hak yang sama yaitu mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa membeda-bedakan dari segi apapun.


Senin, 18 Juli 2016

Review kuliah :p

Haiiii... udah lamaa gak buka blog. 

Hehehhe.. aku tuh sebenarnya bingung, mau pake bahasa formal atau non formal, bahasa gahool atau bahkan bahasa daerahku (inggris :p) . Ya udah, karena dalam keadaan gak resmi jadi non formal aja yah. *gakpenting

Sebelumnya sih udah ada ide buat nulis apa, tapi sekarang pas udah di depan laptop malah bingung mau nulis apa... Hmm.. 'KULIAH' kalau membahas tentang kuliah, apalagi yang mau menuju semester atas kayak aku nih (mau masuk semester 5), harus lebih mengatur strategi. Apalagi dengan IPK yang menurun setiap semesternya, butuh perjuangaaaaaan! Sekarang aku mau nge-review perkuliahan yang telah aku lalui sebelumnya, dari semester 1 - 4.
  1. Ditahun pertama saat masih ngekost, keadaan masih bisa terkendali. Dalam bidang akademik yaitu nilai, IPK dan sebagainya masih bisa dianggap memuaskan. Hanya saja karena baru penyesuaian atau dalam masa peralihan, jadi aku ngerasa segala halnya masih belum bisa dikerjakan secara cekatan. Yaudah, jadi niat ikut organisasi pun tertunda *selain karena alasan males dan gak ada yang diminati.
  2. Ditahun kedua kuliah, aku lebih memilih PP (pulang-pergi) dari Indralaya - Prabumulih. Hhhehe.. alasan kuat untuk pp sih kalau di rumah, segalanya menjadi mudah. Ketahanan fisik pun juga harus dipertahankan. Dengan jarak tempuh lebih kurang 60 km, kaaan lumayan itu.. belum lagi kalau ada halangan dijalan. Eh, nyatanya semua tidak sesuai ekspektasi. Kalau masalah tahan atau enggaknya bolak-balik sih tahan-tahan aja yaa. Tapi terlepas dari semua itu, kalau malem mata lebih cepat ngantuk, fasilitas di rumah (TV, motor dll) yang buat jadi lebih males, alhasil tugas pun terkadang terbengkalai. *tapi emang mungkin akunya yaah yang males:D
  3. Pada tahun ketiga (baru rencana). Nah, disemester 5 nanti, aku ngekost lagiiii, dengan harapan nilai bisa membaik dan bisa lebih fokus lagi.
Itu aku, teman seperjuangan dan juga almamater kami :)